avengers

avengers

Sunday, October 30, 2016

Teaching Practice - PPL!

KUKERTA usai, terbitlah PPL.
Baru seminggu setelah pulang KUKERTA, kita pun langsung disambut dengan acara pembekalan PPL. Pagi itu, belum ada sejam ketawa-ketiwi sama kawan-kawan, kita pun shock karena ternyata minggu depannya kita udah diantar ke sekolah which means waktu liburan dan bersenang-senang usai dalam seminggu ini. Selesai pembekalan, shock-nya ternyata belum usai karena masih ada pengumuman nama sekolahnya. Alhamdulillah sih, tapi cewek sendiri dari Bahasa Inggris. Huhu.

Dan hari ini udah masuk minggu ke-4 menjalani kehidupan /ceileh/ sebagai guru PPL. Kebetulan guru pamongnya cuma pegang dua kelas X. Jadi banyak waktu lowong sih. Apalagi di Kurikulum 2013 (revisi) kelas Bahasa Inggris cuma satu kali seminggu (2 jam).

Bagian terberat dari kegiatan PPL yang berat ini adalaaaaaaah... bangun pagi. Ya, buka mata pagi-pagi terus mandi, beres-beres itu benar-benar perjuangan. Sejak jadi mahasiswa, ditambah lagi masa KUKERTA dua bulan, bangun pagi-pagi itu hal langka. Subuh bangun, solat, tidur lagi. Selalu seperti itu. Padahal dulu waktu di MAN, sanggup tiap hari bangun subuh, mandi subuh, berangkat sekolah jam 6 pagi. Ya sudahlah, namanya juga mahasiswa. Hehe.

Apapun itu, semoga PPL nya lancar seperti KUKERTA kemarin. Eh, btw nilai KUKERTA udah keluar loh. Alhamdulillah nilainya bagus. Sempat gak bagus, gak tau lah apa yang bakal terjadi hohoho. Fighting~

Tuesday, October 4, 2016

KUKERTA Pelalawan - 60 Days Away from Home

Hari-hari di semester lalu dihabiskan dengan kecemasan tentang KUKERTA alias Kuliah Kerja Nyata. Mulai dari awal pendaftaran hingga saat udah tiba di lokasi, semuanya dilalui dengan hati yang tak enak. Teringat jelas perjuangan mengisi portal saat itu; diundur beberapa kali sampai server down karena diakses serempak oleh ribuan mahasiswa UR. Padahal hanya tinggal klik, tapi perjuangannya terasa luar biasa. Kami duduk berderet di warnet siang itu, berjam-jam tanpa ada yang berhasil. Begitu sampai di rumah, ada yang mengabarkan mereka bisa isi portal. Buru-buru semuanya ke warnet lagi. Tapi sia-sia. *I was crying really hard that day, imagining the bad things that may happen if I didnt get the place that I want.* Beberapa hari terlewati tanpa bisa mengisi portal, padahal kebanyakan teman-teman udah bisa. Akhirnya pertolongan datang dari temennya teman sahabatku. Jauh ya? Terisilah portalnya dengan bacaan PELALAWAN, PELALAWAN, PELALAWAN. Lega, akhirnya malam itu portalnya bisa terisi meski sama sekali gak tau itu tempat ada dimana. Tapi yang membuat cemas, nama tempat itu bahkan gak terdaftar di daftar lokasi KUKERTA. Dengan harap-harap cemas, pergilah kami ke Puskom membawa surat permintaan reset. Alhamdulillah, untungnya sebelum surat diserahkan kami nanya duluan dan abangnya bilang kalau tempat itu memang ada, jadi itu bukan error. Benar-benar lega sore itu, setelah seharian cemas.

Mulailah hari itu memikirkan KUKERTA dua bulan yang waktu itu sebenarnya masih lama waktunya. Rasanya berat memikirkan berada jauh dari rumah enam puluh hari bersama orang-orang asing yang bahkan kita gak tau sifat dan kelakuannya. Maka jadilah galau tiap membicarakan KUKERTA. Makin dekat hari pembekalan, makin galau, terlebih orang-orang gak begitu tau jelas lokasinya. Ditambah lagi ketika di search di google, Pelalawan itu ternyata bekas daerah kerajaan. Ah, semakinlah terbersit yang aneh-aneh di pikiran. Sempat terpikir untuk reset. Tapi dengan pikiran belum tentu tempat lain lebih baik, akhirnya gak jadi reset.

Di hari pembekalan, *finally* bertemu teman-teman satu posko. Ada satu orang yang langsung nyambung frekuensinya, Rani, mahasiswi FMIPA Matematika. Dengan teman-teman yang lain gak terlalu mau tau karena sendirinya juga bakal kenal. Apalagi mukanya Pupud, mahasiswi FKIP Penjas, yang jutek menyebalkan jadinya males aja akrab. Selain Pupud, ada juga Nining, mahasiswi FEKON yang dari kesan pertamanya udah gak enak di hati. Ditambah lagi Tiara, mahasiswi Hukum yang super duper jutek waktu perkenalan. Vemby dan Nadia, duo FISIP, yang kayaknya gak bisa terpisahkan jadinya males nyelip diantara mereka. Pokoknya makin kacau hati ini.

Dua bulan, sebulan, tiga minggu, dua minggu, seminggu, tiga hari menjelang keberangkatan, masih dalam suasana lebaran, kita dilepas di gedung gasing oleh Gubernur Riau, semacam seremonial. Hari itu gedung gasing penuh dengan mahasiswa-mahasiswa berbaju kuning-hijau. Galau maksimal. Pulang dari sana, mulai satu per satu barang di packing. Air mata rasanya mudah sekali turun hari-hari itu. Tiada hari tanpa nangis menjelang keberangkatan.

Akhirnya hari Minggu, 17 Juli 2016, kami berangkat mengabdi. Diantar oleh keluarga, air mata udah coba ditahan-tahan, tapi begitu Ayah dan Ibu pamit, air mata itu tumpah lagi. Maklumlah, anak ibu ayah yang ini gak pernah tinggal jauh dari rumah. Paling lama seminggu, itu juga terasa home sick. Akhirnya setelah dikuat-kuatin, ibu ayah adek-adek pulang. Tepat jam 10, bus pun melaju menuju Kelurahan Pelalawan yang jaraknya 2 jam-an dari Panam. Terasa jauh awalnya, tapi ternyata tidak sejauh yang dikira. Jalannya juga aspal dan perjalanan kami lancar.

Sejak hari itulah, dimulai kegiatan KUKERTA kami selama 60 hari di Pelalawan. Kalau diingat-ingat, disana kami tak kekurangan apapun, kalaupun ada yang kurang yah mungkin uang jajan hehe. Listrik yang kami kira hanya hidup setengah hari, ternyata menyala 24 jam. Sinyal hp, meski hanya Edge tapi luar biasanya kami bisa streaming youtube, nonton video di instagram, download video, apalagi kalau hanya chat, alhamdulillah lancar. Meski ketika awal sampai, kami sempat mental shock karena mengira bakal mandi di sungai, tapi ternyata tidak. Kami bisa mandi dan mencuci di kamar mandi seperti di rumah. Masyarakatnya ramah dan baik hati, terutama Ibu dan Pak Lurah yang selama kami disana udah memperlakukan kami dengan sangat baik, seperti anak sendiri. Cuma Allah yang bisa membalas kebaikan Ibu dan Bapak. Juga Nenek, yang udah menerima kami tidur di rumahnya, meski kami sangat ribut dan pemalas. Terimakasih ya, Nenek. Juga Bude dan Pade, yang baik sekali. Terimakasih juga, Bude Pade. Anak-anak di Pelalawan juga ternyata baik hati dan romantis, meski sering nakal. Kakak gak akan lupa hari-hari kakak mengajar disana apalagi *our last day. We were crying really hard*, dek. Masyarakat Pelalawan lainnya yang tak bisa disebut satu per satu, terimakasih banyak udah menerima kami.

60 hari bersama kawan-kawan senasib seperjuangan dan seatap, ternyata kita jadi cepat dekat. Apa-apa dikerjain bersama, mulai dari bangun pagi, ke jamban, cuci pakaian, masak, cuci piring, gosok gigi, main kartu, buang air (ditemani), sampai tidur pun sama-sama. Kita gak punya hubungan darah, tapi mungkin kita bisa dibilang keluarga ya? Keluarga senasib, seperjuangan, seatap, seranjang. Hehe. Terimakasih Rani, yang dari awal pembekalan udah nyambung dengan nisa. Ingat gak kita sebelum KUKERTA pernah curhat sampai maghrib gara-gara masalah KUKERTA di belakang Balkes. Kemana-mana kita seringnya berdua, tidur sebelah-sebelahan, piket masak berdua, mandi, alhamdulillah nisa ogah berdua. Meski jutek, bawel soal proker, dan khas logat jawa tapi Rani tetap da best lah. Terimakasih Nadia, si bungsu yang udah setia ikut mengajar sama nisa, pinjamin laptopnya buat dimainkan The Sims, sampai kita jatuh bareng. Nadia juga yang ajarin kita buat pancake untuk cemilan sore hari. Kapan-kapan kita makan roti durian ya, nad! Terimakasih Pupud, si kakak pertama yang suka asal nyablak, mulutnya gak bisa di-rem, hobi selfie, hobi keliling-keliling Pelalawan pakai motor beat orange-nya dan main volly tiap sore hari. Hobi utamanya mungkin nge-bully Vemby. Vemby, korban bully utama di posko. Mungkin gak sih di dunia ini ada orang yang sering sial? Meski sering sial, sampai di H-1 kepulangan membuat heboh Pelalawan, Vemby juga baik hati. Tiap ada yang sakit, selalu diingatkan makan obat, dirawat juga sampai dia yang bawa ke bidan. Terimakasih, Vemby. Terimakasih juga Nining, yang cantik baik hati, yang sering masakin kita makan, apalagi ketika kita sibuk mengajar semua. Meski sering gak nyambung kalau kita lagi bicara dan suka lama kalau dandan, Niniong tetap teman yang best. Terimakasih Tiara, yang pinter bicara depan orang ramai, yang selalu bangun pertama dan pagi-pagi sekali dan yang dandanannya maksimal meskipun gak kemana-mana. Tiara jangan lupain kita yaah. Rasanya tulisan ini makin panjang dan tak berujung. In short, terimakasih wanita-wanita setrong KUKERTA Pelalawan. Untuk yang laki-laki: Korkel Fikri, si tukang lawak dan gombal Niko, anak bude dan calon Lurah Afiq, pemuda Pelalawan Mayor dan korcam Bg Rizki, terimakasih juga udah jadi bagian hidupku di Pelalawan. Kalian semua terbaiklah.

Yah, kalau dipikirkan beratnya KUKERTA sebelum dijalani, rasanya memang berat. Tapi percayalah waktu pasti akan cepat berlalu. Tanpa terasa pun udah hampir sebulan berada di rumah setelah KUKERTA. Ini bukan cuma sekedar 4 sks yang mengorbankan banyak hal (waktu dan uang), tapi ini juga 4 sks yang mengajarkan kita banyak hal yang gak akan pernah bisa kita dapatkan dengan duduk di kelas manapun. Ada persahabatan, kekeluargaan, dan juga tali silaturahmi yang Insya Allah akan selalu kita jaga. Amiin. Terimakasih, Pelalawan.